Cerita Rakyat Ratu Kalinyamat Dalam Bentuk Vektor oleh Surya Atmaja

SEMARANG, indiegigsmedia.com - "Kearifan budaya lokal, antara lain cerita rakyat Jepara ini pada zamanya, pernah begitu berarti di tengah-tengah masyarakat. Cerita tutur dari para pendahulu, sosok Ratu Kalinyamat mengandung nilai luhur dalam menunjukan nilai-nilai kebajikan, kepahlawanan, kesetiaan dan gotong royong. Dalam proyek studi ini, saya mencoba mereduksi ketidaksesuaian tentang sikap apatis terhadap perubahan atau perkembangan budaya dan sejarah, agar tiap generasi paling tidak masih berusaha untuk mengingat sosok Ratu Kalinyamat sebagai tokoh yang memiliki peran vital dalam perkembangan Jepara. Demikian ironi apabila tiap-tiap generasi tanpa disadari melupakan sejarah karena imbas perkembangan zaman dan memicu ketidaksesuaian di antara unsur-unsur perkembangan zaman sehingga memunculkan suatu corak sosial-budaya yang tidak ideal" ungkap Surya Atmaja yang tercetak rapih dalam sebuah leaflet yang dibagikan dalam gelaran pameran tunggalnya yang bertajuk cerita rakyat Ratu Kalimanyat.

 ( dokumentasi acara ) gambar kiriman Surya Atmaja
Gelaran pameran tunggal Surya Atmaja berlangsung pada tanggal 25 Juli hingga 27 Juli bertempat di Ruang Galeri 1, Gedung B9 FBS, Universitas Negeri Semarang. Sekitar 12 karya dengan dimensi 42,5 cm x 60 cm disajikan dengan rapih untuk dinikmati para pengunjung gelaran tersebut. Karya yang dihasilkan adalah bentuk gambar ilustrasi berbasis vektor yang kemudian dicetak ke kertas foto. 

"Perlu diketahui bila sosok Ratu Kalimanyat adalah pemimpin besar dari Jepara dengan masa pemerintahan 1549-1579, dikenal sebagai pemimpin yang cantik, pemberani, kaya, dan berkuasa. Pada masa pemerintahan Ratu Kalimanyat,  Jepara mampu menjadi pusat ekonomi yang memegang peranan penting dalam bidang politik dan pertahanan.

Mengenai ritual tapa wuda sinjang rikma yang dilakukan sebagai wujud kesetiaan, kecintaan, dan pengabdian setelah kematian kakak dan suaminya menghasilkan prespektif yang berbeda. Masyarakat cenderung memiliki penafsiran yang menyatakan bahwa Ratu Kalimanyat benar-benar telanjang tanpa busana saat bertapa. Penafsiran demikian tidak dapat diterima oleh akal, etika, dan agama sehingga hal itu tidak mungkin dilakukan oleh seorang pemimpin besar. Bila meruntut masa saat itu, tradisi pujangga dan budaya Jawa pada masa lampau sering menggunakan istilah-istilah semu, simbol, dan kiasan. Kebiasaan bertapa ada hubunganya dengan sifat masyarakat Jawa pada masa lampau yang sering melakukan olah rasa. Tapa wuda sinjang rikma memiliki arti tidak menggunakan pakaian kebesaran sebagai bangsawan putri atau menanggalkan barang-barang perhiasan yang dikenakan. Hal ini sesuai dengan sikap Ratu Kalimanyat yang meninggalkan istana dan menjalani hidup secara sederhana dalam pengembaraan. Jadi istilah tapa wuda sinjang rikma mengandung kiasa bahwa Ratu Kalimanyat berani meninggalkan kesenangan duniawi dengan cara bertapa" tulis Surya Atmaja dalam leaflet  yang ia bagikan.

Berikut beberapa dokumentasi kiriman Surya Atmaja :




Untuk bisa mendapatkan info lebih lengkap tentang karya-karya tersebut silakan langsung menghubungi saudara Surya melalui line @syatmaja atau via instagram @surryas .

Posting Komentar

0 Komentar